SATRIO SAYS
Senin, 25 Juni 2012
Sabtu, 23 Juni 2012
Igun "Goen's": ANESTESIOLOGIBanyak orangbertanya , apa sih itu d...
Igun "Goen's": ANESTESIOLOGI
Banyak orangbertanya , apa sih itu d...: ANESTESIOLOGI Banyak orang bertanya , apa sih itu dokter anestesi ? Dari sebuah pertanyaan ini saja kita sudah tahu bahwa kalau kita m...
Banyak orangbertanya , apa sih itu d...: ANESTESIOLOGI Banyak orang bertanya , apa sih itu dokter anestesi ? Dari sebuah pertanyaan ini saja kita sudah tahu bahwa kalau kita m...
Senin, 11 Juni 2012
DISEKSI AORTA
DISEKSI AORTA
Satrio Adi W
Bagian/ SMF Anestesiologi dan Terapi intensif FK-UNDIP/
RS Dr. Kariadi Semarang
Diseksi aorta (DA)
terjadi bila aliran darah yang mengisi lumen aorta sebenarnya (true lumen) menyusup, mengisi, hingga mengalir
di lumen palsu dari dinding aorta yang terbentuk dari robekan tunika intima
hingga tunika media dari dinding aorta tersebut (false lumen). Bidang diseksi yang memisahkan tunika intima dari tunika
adventitia panjangnya bervariasi dan terbentuk umumnya di dalam tunika media1.
Bentuk serangan akut
dari diseksi aorta seringkali cepat sekali letal, sementara pasien-pasien yang
selamat dari fase akut biasanya memburuk ke fase diseksi kronik dengan manifestasi
yang bervariasi.
Pada tinjauan
pustaka singkat kami ini, kami akan mengulas mengenai etiologi, patogenesis diseksi
aorta, mempelajari algoritme diagnostic terbaru, dan mengulas singkat terapi,
termasuk teknik operasi secara umum.
INSIDENSI
DAN PREVALENSI
Diseksi aorta
(DA) adalah kondisi letal tersering dari aorta yang terdiagnosis dan terjadi
mendekati tiga kali kejadian ruptur aneurisma aorta abdomen di Amerika Serikat
(AS)2. Prevalensi DA di seluruh dunia diperkirakan 0.5-2.95 per
100,000 per tahun; dan prevalensinya berkisar antara 0.2-0.8 per 100,000 per tahun
di AS, sehingga secara kasar sekitar 2000 kasus baru per tahun. Secara klinis,
diseksi tipe A terjadi dengan frekuensi keseluruhan lebih sering2.
KLASIFIKASI
Sistem
klasifikasi yang digunakan untuk diseksi aorta berdasarkan pada lokasi dan
luasnya diseksi. Tipe-tipe tersebut kemudian di-subklasifikasikan lagi
berdasarkan pada waktu (onset) diseksi. Terminologi “diseksi akut” digunakan
bila presentasi dalam 2 minggu pertama, sedangkan istilah “kronik” bila presentasinya lebih dari 2 bulan sejak
kejadian pertama. Istilah yang muncul kemudian yaitu “subakut”, ditambahkan
untuk periode antara 2 minggu dan 2 bulan1.
Dua sistem
klasifikasi yang paling sering dipakai dalam klinis adalah “DeBakey” dan “Stanford”
(gambar 1)3. Sistem DeBakey membedakan pasien berdasarkan lokasi dan
luasnya diseksi3,4. Keuntungan sistem ini bahwa keempat kelompok
pasien yang berbeda dengan pola diseksi aorta yang berbeda dapat digunakan
dalam penelitan atau studi perbandingan. Sebaliknya, sistem Stanford merupakan sistem
klasifikasi fungsional5. Seluruh diseksi yang melibatkan aorta
asendens dikelompokkan sebagai tipe A, tanpa mempertimbangkan dimana letak
primer (asal) robekan. Pendukung sistem Stanford yang lebih mudah ini
berpendapat bahwa performa klinis pasien dengan diseksi aorta sangat
dipengaruhi oleh keterlibatan aorta desendens atau tidak. Namun sebagai kritik
dari sistem ini adalah bahwa kadang individual dengan klasifikasi tipe A dapat
berbeda dari satu individu dengan individu lainnya bergantung pada perluasan
diseksi ke arah distal.
Gambar 1. Klasifikasi diseksi aorta.
DeBakey tipe I dan Stanford tipe A meliputi diseksi yang melibatkan aorta proksimal,
arcus, dan aorta thoracalis desendens. DeBakey type II hanya melibatkan aorta asendens;
diseksi jenis ini dimasukkan pada Stanford tipe A. DeBakey tipe III dan
Stanford tipe B meliputi deseksi yang berasal pada aorta thoracalis desendens dan
aorta thoracoabdominal. DeBakey tipe III dan Stanford tipe B dibagi menjadi a dan
b bergantung pada keterlibatan aorta abdominal4.
ETIOLOGI
DAN PATOGENESIS
Terdapat
beberapa hipotesis mengenai etiologi dari disrupsi intima (robekan primer) yang
menyebabkan aliran darah aorta membentuk bidang cekungan dalam tunika media dinding
aorta. Beberapa memahaminya sebagai akibatabnormalitas biokimia dalam tunika
media dimana gaya mekanikal normal dalam aorta memaksa membentuk robekan intima.
Hubungan antara tunika media yang abnormal, yang dikenal sebagai nekrosis atau degenerasi
media kistik, dengan terjadinya robekan primer masih belum jelas.
Terdapat data yang
mendukung hubungan antara diseksi aorta dan hematoma intramural. Teori ini
mengatakan bahwa perdarahan dari vasa vasorum ke dalam tunika media membentuk
suatu massa, yang menyebabkan terlokalisasinya area dengan peningkatan stress
dalam tunika intima selama diastolik. Area ini kemungkinan menyebabkan disrupsi
intima. Pada kenyataannya, 10-20% pasien yang diperkirakan memiliki diseksi
aorta akut memiliki hematoma intramural yang berarti bahwa hematoma tersebut
dapat menjadi prekursor terhadap diseksi. Penetrasi dari ulkus aterosklerosis
dianggap berdampak terhadap disrupsi intima pada kasus tertentu. Pola
keterlibatan aterosklerotik pada aorta torakalis yang menyebabkan ulkus penetrating dan seringnya diseksi ke arah
luar aorta tidak mendukung teori ini.
Sementara tidak
ada satu kelainan single yang bertanggungjawab terhadap munculnya diseksi aorta,
beberapa faktor risiko telah diidentifiikasi dapat merusak dinding aorta dan
menyebabkan diseksi (Tabel 1). Hal-hal tersebut meliputi gaya mekanik langsung pada
dinding aorta (seperti, hipertensi, hipervolemia, ketidakteraturan aliran aorta)
dan gaya-gaya yang memepengaruhi komposisi dari dinding aorta (seperti gangguan
jaringan ikat atau destruksi kimia secara langsung). Hipertensi adalah gaya
mekanik tersering yang dihubungkan dengan DA dan ditemukan lebih dari 75% kasus.
Walaupun peran dari peningkatan strain/regangan pada dinding aorta adalah
natural, namun mekanisme bagaimana hipertensi menyebabkan diseksi tidak jelas. Hypervolemia,
cardiac output yang tinggi, dan milieu hormonal yang abnormal tentu saja
berperan meningktan kejadian diseksi pada kehamilan, namun mekanisme tersebut
belum jelas. Aterosklerosis bukanlah faktor risiko diseksi aorta kecuali
terdapat aneurisma yang telah ada sebelumnya atau pada kasus ulserasi
aterosklerosis, yang dapat menyebabkan diseksi pada aorta torakalis desendens. Trauma
iatrogenic pada intima aorta dapat menyebabkan diseksi. Prosedur kateterisasi, kanulasi
batang aorta dan arteri femoral pada cardiopulmonary
bypass, aortic cross-clamping, prosedur
bedah yang dilakukan pada aorta (penngatian katub aorta dan aorto-coronary bypass grafting), dan
penggantian intra-aortic balloon pumps
(IABP) telah dilaporkan dapat menyebabkan diseksi. Transeksi aorta akibat trauma
dapat menyebabkan diseksi luas dan boleh dibedakan dari proses diseksi aorta.
|
Tunika adventitia menyokong kekuatan peregangan/kelenturan
dari dinding aorta dengan sedikit dukungan dari tunika media. Tunika media
terbentuk dari otot polos yang terususun dengan protein jaringan ikat, seperti
as kolagen, elastin, dan fibrillin. Pembentuk tunika media yang abnormal seperti
pada kondisi tertentu: penyakit jaringan ikat, seperti sindrom Marfan dan sindrom
Ehlers-Danlos, dihubungkan dengan deseksi aorta. Sindrom Marfan adalah penyakit
bawaan autosomal dominant akibat suatu point
mutation pada gen fibrillin-1 (FBN1) yang terletak pada lengan panjang
kromososm 15 yang menyebabkan abnormalitas pada tunika media. Incidensi sindrom
Marfan kira-kira 1 per 5000 kelhiran hidup. Sindrom Ehlers-Danlos tipe IV adalah
kelainan jaringan ikat dari rantai pro1(III) pada kolagen tipe III.
Tabel 1. Faktor-faktor Risiko
Aorta Deseksi Torakalis Tipe A dan B
Hipertensi
|
Farmakologis
|
Penyakit Jaringan
Ikat
Sindrom Ehlers-Danlos
Sindrom Marfan
Sindrom Turner's
|
|
Cystic medial disease of aorta
|
Koarktasio aorta
|
Aortitis
|
Hipervolemia (kehamilan)
|
Iatrogenik
|
Stenosis Aorta Kongenital
|
Aterosklerosis
|
Penyakit Ginjal Polikistik
|
Aneurisma Aorta Torakalis
|
Feokromositoma
|
Katub Aorta Bicuspid
|
Sindrom Sheehan's
|
Trauma
|
Sindrom Cushing's
|
DISEKSI
AORTA AKUT
Gambaran
Klinis
GEJALA
DAN TANDA
Sekitar 40% pasien
dengan diseksi aorta akut meninggal sangat cepat. Pasien-pasien yang selamat
pada kejadian inisial selanjutnya dapat distabilkan dengan tindakan medis, dan pasien-pasien inilah yang
dapat memperoleh tindakan intervensi dari diseksi aorta yang dapat memutus
perjalanan alamiah dari diseksi aorta. Keluaran klinis DA ditentukan oleh tipe
DA, waktu (onset) presentasi, factor-faktor yang berkaitan dengan pasien, dan
kualitas dan pengalaman institusi medis yang menangani DA.
Evaluasi awal
pada pasien stabil yang diduga kuat menderita DA meliputi anamnesis lengkap dan
pemeriksaan fisik. Sekitar 30% pasien yang didiagnosis diseksi akut umumnya
sebelumnya diduga memiliki diagnosis lain. DA hampir selalu dipikirkan sebagai
nyeri dada atau nyeri punggung yang sangat berat dan tidak membaik (menetap). Pasien
biasanya belum pernah merasakan nyeri yang sama sebelumnya dan seringkali
pasien sangat panik. Nyeri umumnya berlokasi di tengah dada (mid-sternum) pada
diseksi aorta asendens dan di punggung (interscapular) pada diseksi aorta
torakalis desendens. Tidak jarang pula lokasi dari pusat nyeri berubah
sebagaimana diseksi meluas ke arah antegrad maupun retrograde dan “nyeri
berpindah” ("migratory pain")
seperti itu makin meningkatkan kecurigaan klinis. Sifat nyeri ini sering dideskripsikan
sebagai “nyeri seperti disobek” ("ripping"
atau "tearing") dan bersifat
menetap (konstan) dengan intensitas nyeri tertinggi pada waktu awal onset. Diseksi
yang tanpa diserta nyeri biasanya terjadi pada kondisi dengan adanya aneurisma
dimana nyeri dari diseksi baru mungkin tidak dapat dibedakan dari nyeri kronik
aneurisma. Pasien dapat pula memiliki gejala atau tanda yang berhubungan dengan
malperfusi dari otak, ekstremitas, atau organ viseral. Temuan ini dapat
mendominasi dari keseluruhan gambaran yang mengikuti episode nyeri awal1,2,3.
Riwayat penyakit
sebelumnya seperti hipertensi primer, adanya aneurisma aorta, atau gangguan jaringan ikat familial merupakan
faktor-faktor risiko yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis. Penggunaan
obat-obatan terlarang merupakan faktor predisposisi yang penting untuk penegakan
diagnosis. Diagnosis banding dari nyeri dada karena DA meliputi nyeri dada
karena iskemia miokard, aneurisma aorta, regurgitasi aorta akut, pericarditis, nyeri
muskuloskeletal, dan emboli paru. Sangatlah penting untuk memikirkan pula
diseksi aorta pada setiap kasus dengan terapi khusus (seperti, terapi
trombolitik untuk infark miokard akut) yang dapat berdampak terhadap survivalibilitas
diseksi akut.
Pasien dengan
diseksi akut umumnya tampak sakit. Takikardia biasanya disertai oleh hipertensi
pada kondisi basal hipertensi esensial dan peningkatan level katekolamin karena
nyeri dan anxietas. Hipotensi dan takikardia dapat terjadi akibat ruptur aorta, tamponade pericard, regurgitasi
katub aorta akut, atau iskemia miokardial akut dengan keterlibatan ostium koroner.
Abnormalitas pada pemeriksaan vaskular perifer terjadi sekitar 20-40% dari
pasien dengan diseksi aorta akut, namun bila terjadi dapat memberikan petunjuk mengenai
tipe diseksi. Tidak adanya pulsasi pada ekstremitas atas menunjukkan keterlibatan
aorta asendens, sedangkan penurunan pulsasi di ekstremitas bawah menunjukkan keterlibatan
dari aorta distal. Temuan ini merupakan fokus dalam progres/perluasan diseksi atau
re-entry masuk kembali dari diseksi
ke lumen aorta sebenarnya (true lumen)1,2.
Auskultasi
jantung dapat menunjukkan suatu bising diastolik sesuai dengan ada tidaknya
regurgitasi katub aorta akut atau adanya suara jantung 3 (S3) yang menunjukkan overload
volume jantung kiri. Temuan pemeriksaan fisik seperti distensi vena jugular dan
suatu pulsus paradoxus merupakan tanda
adanya tamponade pericardial yang harus diidentifikasi pada setiap pasien yang
tidak stabil guna mendapatkan diagnosis dan algoritma terapi yang tepat. Hilangnya
suara napas unilateral, biasanya suara paru kiri, dapat mengindikasikan adanya
hemotoraks sebagai akibat perembesan/kebocoran aorta atau ruptur dengan hemotoraks.
Sebagai alternatif, efusi pleura dapat terjadi akibat inflamasi pleura yang
berhubungan dengan diseksi1,2.
Pemeriksaan
neurologis sentral dan perifer yang lengkap adalah penting sehubungan dengan abnormalitas neurologis
dapat terjadi lebih dari 40% pada diseksi akut tipe A. Keterlibatan pembuluh
darah brachiocephalica dengan hilangnya perfusi otak dapat menyebabkan sinkope transient
atau stroke. Sinkope dapat juga terjadi akibat ruptur ke dalam perikardium dan hal
ini merupakan tanda bahaya yang perlu diperhatikan. Stroke jarang sekali
mengalami perbaikan aliran darah otak dan dapat menyebabkan perdarahan dan
kematian otak. Untungnya, stroke terjadi kurang dari 5% dari pasien dengan
diseksi akut tipe A. Hilangnya perfusi ke arteri intercostal atau lumbar dapat
menyebabkan iskemia saraf spinal (tulang belakang) dan paraplegia. Iskemia
saraf perifer sebagai akibat malperfusi dapat terjadi serupa dengan malperfusi
saraf spinal dan harus dibedakan sebagaimana pasien dengan iskemia saraf
perifer sering mengalami perbaikan dari aliran darahnya. Diseksi aorta akut
dapat juga menyebabkan sindrom vena cava superior, paralisis pita vokalis (pita
suara), hematemesis, sindrome Horners, hemoptisis, dan kompresi jalan napas sebagai
akibat kompresi lokal dan efek massa1,2.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan
penunjang rutin meliputi pemeriksaan darah, x-ray
dada, dan elektrokardiografi (EKG) dapat digunakan, namun sering pula tidak
memadai untuk menegakkan diagnosis diseksi aorta akut. Elektrokardiogram sering
menunjukkan tidak adanya perubahan iskemik. Perubahan iskemik yang nyata
terjadi lebih dari 20% pada diseksi akut tipe A, sedangkan hanya abnormalitas repolarisasi
nonspesifik yang tampak pada sekitar sepertiga pasien dengan keterlibatan ostium
koroner. EKG dapat menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien dengan
riwayat hipetensi lama. X-ray dada dapat abnormal pada 60-90% pasien dengan
diseksi akut (gambar 3). Meskipun kebanyakan pasien memiliki minimal satu atau
beberapa temuan abnormal, namun x-ray dada yang normal tidak menghapus kemungkinan
adanya diagnosis DA. Pasien harus menjalani pemeriksaan hitung darah lengkap, elektrolit
serum, kreatine kinase dengan isoenzim miokardial dan troponin, serta jenis darah
dan screening untuk transfusi. Hasil
semua pemeriksaan yang dilakukan pada saat observasi awal tersebut biasanya
pada batas rata-rata (tidak mencolok). Sering pula terdapat leukositosis ringan
hingga sedang. Anemia dapat terjadi akibat sekuestrasi darah atau hemolysis. Tes
fungsi hati, kreatinine serum, mioglobin, dan asam laktat dapat abnormal pada
kondisi sindrom malperfusi bergantung pada durasi1,2.
DIAGNOSTIK
PENCITRAAN
Diagnostik
pencitraan sangat penting untuk mengklasifikasikan diseksi aorta akut, tanpa
kejelasan klinis saat diagnosis dibuat atau ketidakkooperatifnya pasien,
misalnya karena penurunan kesadaran. Diagnosis harus dibuat sangat cepat dan
dengan distress yang minimal terhadap pasien. Dua modalitas pencitraan yang
kini dapat memenuhi kriteris ini dan digunakan untuk mendiagnosis diseksi aorta
akut: computerized tomography (CT) and
ekokardiografi. Magnetic resonance
imaging (MRI) dan aortografi, dengan atau tanpa ultrasound intravascular
(IVUS), digunakan untuk mendiagnosis diseksi aorta akut, namun merupakan
modalitas lini kedua karena berbagai alasan. Keuntungan, kekurangan, dan
akurasi diagnostik dari masing-masing modalitas digunakan untuk memilih
pemeriksaan yang paling tepat untuk kondisi klinis tertentu (Tabel 2).
Tabel 2. Sensitivitas dan spesifisitas berbagai
modalitas pencitraan untuk diagnosis diseksi aorta torakalis1.
Pemeriksaan Pencitraan
|
Sensitivitas
|
Spesifisitas
|
Aortografi
Computerized tomography (CT) Intravascular
ultrasound (IVUS)
Ekokardiogram
Transthoracic
Transesophageal
Magnetic resonance imaging (MRI)
|
80%–90%
90%–100%
94%–100%
60%–80%
90%–99%
98%–100%
|
88%–95%
90%–100%
97%–100%
80%–96%
85%–98%
98%–100%
|
STRATEGI
DIAGNOSTIK
Evaluasi
kecurigaan diseksi aorta akut dikuatkan dengan penegakan clinical likelihood bahwa
diagnosis tersebut tepat beserta evaluasi stabilitas hemodinamik pasien. Pasien
yang tidak stabil harus diperiksa EKG untuk menyingkirkan adanya sindrom koroner
akut dan dikirim dengan cepat ke meja operasi. Penatalaksanaan medis dimulai
sedini mungkin sejak diagnosis tersangka. Suatu pengalaman untuk mengintubasi
dan menjalankan ventilasi mekanik pada pasien seperti ini, sementara
jalur-jalur pengawasan (monitoring) penting
terpasang. Ekokardiogram transesofageal (TEE) dilakukan. Bila TEE gagal menunjukkan
diseksi aorta akut, pasien yang tidak stabil secara hemodinamik diamankan jalan
napasnya dan mendapat jalur pengawasan invasif (invasive monitoring lines) untuk evaluasi diagnosis alternative dan
kelanjutan resusitasi. Bila diseksi akut tetap dicurigai walaupun hasil TEE negative,
maka CT arteriogram atau aortografi (denga ultrasound
intravascular, IVUS) merupakan
pilihan selnjutnya.
Pasien yang
stabil secara klinis dan hemodinamik diperbolehkan untuk mengambil
riwayat/anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih detail dengan pencitraan
yang dimaksudkan sesuai dengan presentasi spesifik pasien. Sebuah CT scanner yang
diletakkan di ruang gawat darurat dapat menghasilkan data kurang dari 15 menit.
Bila hasilpemeriksaan tersebut negative, maka ekokardiografi transesofageal
dapat dikerjakan. walaupun TTE merupakan
pemeriksaan yang relative kurang sensitif
(terutama pada aorta toraks desendens), pasien dengan dugaan diseksi akut tipe
A dapat menjalani pemeriksaan ini saat pertama kali. Bila positif, konfrmasi
lebih lanjut dengan TEE dapat dilakukan di ruang operasi untuk mendukung
tindakan bedah; bila negatif, baik CT scanning atau TEE di ICU merupakan hal
yang penting dipikirkan1,2,3.
Perjalanan
Alamiah
Lima puluh
persen pasien dengan diseksi aorta akut tipe A meninggal dalam 48 jam. Anggapan
konvensional menganggap bahwa diseksi akut tipe A menyebabkan mortalitas "1% setiap jam". Namun data
terbaru mnunjukkan prognosis yang berbeda sebagaimana penatalaksanaan medis
dilakukan pada kelompok risiko tinggi tertentu. Diseksi tipe A ditatalaksana
secara medis pada 28% pasien dengan berbagai alasan dengan 58% mortalitas
selama perawatan di rumah sakit.
Perjalanan
alamiah disekssi akut tipe B sulit dikenali karena rangkaian otopsi juga gagal
menganalisis pasien ini sebagai kelompok yang berbeda. Kurang lebih 50%
mortalitas pada diseksi akut tipe B yang tidak terawat. Kira-kira 9% mortalitas
awal di rumah sakit pada diseksi akut tipe B dengan 66% pasien tanpa komplikasi
aorta yang spesifik yang membutuhkan operasi. Data ini tentu saja akan
dipengaruhi oleh terapi medis modern, namun boleh dinyatakan sebagai diseksi
akut dengan perjalanan klinis yang lebih jinak dibandingkan dengan diseksi tipe
A.
Penatalaksanaan
Medis Awal
Pengenalan
perjalanan alamiah pasiendengan diseksi aorta menyaratkan bahwa penatalaksanaan
merupakan bagian dari evaluasi diagnostik awal. Pada saat awal pasien masuk
difokuskan semaksimal mungkin untuk menegakkan diagnosis dan mengidentifikasi faktor-faktor
yang mmbutuhkan terapi segera. Evaluasi awal dan resusitasi sesuai terutama
oleh stabilitas hemodinamik pasien. Pasien yang tidak stabil merupakan kandidat
operasi, sedangkan pendekatan diagnostic yang lebih rinci demi penatalaksanaan
berikutnya dapat dilakukan pada pasien stabil. Pasien hipotensif yang mungkin
sekali hipovolemik akibat kehilangan darah ke dalam rongga toraks atau perikardium
menjalani evaluasi seperti telah dijelaskan di atas dan tindakan resusitasi sambil
lalu ditransfer ke ruang operasi. Dianjurkan untuk menghindari prosedur seperti
ekokardiografi transesofageal atau pemasangan central line pada pasien sadar di luar ruang operasi karena hipertensi
akibat ketidaknyamanan pasien dapat mencetuskan ruptur aorta atau perluasan diseksi.
Pada pasien
stabil, tekanan darah diukur pada kedua lengan dan dengan segera diterapi utnuk
mencapai tekanan darah sistolik target antara 90 dan 110 mmHg. Kontrol tekanan
darah pada pasien hipertensi dengan nyeri harus pertama-tama diterapi dengan anelgetika
narkotik. Secara umum, target penatalaksanaan hipertensi management pada
diseksi aorta akut adalah dua kali. Pertama, wall stress aorta diturunkan dengan menurunkan tekanan darah
sistolik, yang kemudian akan menurunkan pula kemungkinan akan ruptur. Kedua, shear stress pada aorta is diturunkan
dengan meminimalisasi laju kenaikan tekanan aorta untuk menurunkan kemungkinan
perluasan diseksi, hal ini disebut terapi anti-impulse.
Terapi paling sering dipakai untuk tujuan ini adalah sodium nitroprusside dan
esmolol. Sodium nitroprusside merupakan vasodilator arterial direk dengan onset
dan durasi kerja yang singkat, yang akan membuatnya ideal untuk mencapai target
tekanan darah sistolik dengan sangat cepat. Laju kenaikan tekanan aorta tetap
meningkat bila sodium nitroprusside digunakan sendiri. Esmolol ditambahkan
untuk menurunkan kondisi inotropik miokardium dan untuk menurunkan laju jantung.
Obat ini adalah obat penyekat beta-1 selectif dengan waktu paruh yang singkat yang
dapat dengan mudah dititrasi untuk mencapai tekanan darah target. Dosis loading esmolol dan sodium nitroprusside harus
dihindari untuk mencegah hipotensi. Penyekat beta-1 alternatif seperti propranolol
atau metoprolol, dan kombinasi penyekat alfa dan beta labetolol sesuai untuk
fase subakut. Sebagai alternatif, penyekat kanal kalcium (CCB) mungkin
diperlukanuntuk menurunkan tekanan darah sistolik pada pasien yang kontraindikasi
terhadap penyekat beta. Tidak ada data yang mendukung efikasi CCB pada diseksi
akut.
Indikasi
Operasi
Tujuan operasi
pada diseksi akut tipe A adalah untuk mencegah ruptur aorta ke dalam ruang perikardium
atau pleural dan mencegah keterlibatan ostium koroner atau katub aorta (Table 3).
Adanya keterlibatan aorta asendens adalah indikasi untuk operasi pada semua
kecuali pasien dengan risiko yang sangat tinggi. Kesulitan meningkat dalam menentukan
pasien manakah yang risiko tinggi dan kapan faktor-faktor tambahan harus
mempengaruhi algoritme penatalaksanaan. Usia pasien misalnya, tidak dianggap
sebagai kontraindikasi absolut operasi. Kenyataan ini berdasarkan terdapat
beberapa laporan pasien yang selamat setelah terapi operasi diseksi akut tipe A
yang berumur lebih dari 80 tahun. Status neurologis dapat pula mempengaruhi
pilihan untuk operasi. Sementara kebanyakan ahli setuju bahwa kondisi obtunded atau comatose sangat jarang membaik dengan operasi. Komplikasi seperti
stroke atau paraplegia bukanlah kontraindikasi operasi. Bila kondisi diseksi
bukanlah faktor; terdapat trombosis pada lumen, pasien ini tetap berisiko terhadap
komplikasi letal sehingga dibutuhkan operasi. Begitu pula pasien dengan diseksi
subakut tipe A yang terjadi atau dirujuk lebih dari 2 minggu sejak kejadian
awal tetap membutuhkan operasi. Pasien ini telah terhindar dari komplikasi awal
diseksi dan kemungkinan besar selamat selama menjalani operasi elektif
dibandingkan operasi repair emergensi.
Tabel 3. Indikasi Operasi
untuk Diseksi Aorta torakalis Akut dan Kronik tipe A dan B
Tipe diseksi
|
Indikasi Operasi
|
Akut : Tipe A
|
Presence
|
Tipe B
|
Ruptur
|
|
Malperfusi
|
|
Deseksi progresif
|
|
Kegagalan terapi
medis
|
Kronis : Tipe A
|
Gejala
berhubungan dengan diseksi (gagal jantung kongestif, angina, regurgitasi aorta,
stroke, nyeri)
|
|
Malperfusi
|
|
Aneurisma
|
Tipe B
|
Gejala berhubungan
dengan diseksi
|
|
Malperfusi
|
|
Aneurisma
|
DAFTAR PUSTAKA
1. Green G Ri , Kron I Li . Aortic
Dissection. In: Cohn LH, Edmunds LH Jr, eds. Cardiac Surgery in the Adult. New
York: McGraw-Hill, 2003:1095-1122.
2. Coady MA, Rizzo JA, Goldstein LJ, et al:
Natural history, pathogenesis, and etiology of thoracic aortic aneurysms and
dissections. Cardiol Clin 1999; 17:615
3. Stone C, Borst H: Dissecting aortic
aneurysm, in Edmunds LJ Jr (ed): Cardiac Surgery in the Adult. New York,
McGraw-Hill, 1997; p 1125.
4. DeBakey ME, Beall AC Jr, Cooley DA, et
al: Dissecting aneurysms of the aorta. Surg Clin North Am 1966; 46:1045.
5. Daily PO, Trueblood HW, Stinson EB, et
al: Management of acute aortic dissections. Ann Thorac Surg 1970; 10:237
Kamis, 22 Maret 2012
SUMBA
SUMBA..
Waingapu, kota di Sumba Timur, pertama kali menjejakkan
kaki, dimana hanya pada hari-hari
tertentu saja ada penerbangan ke daerah sini, yang kurasa hanya udara panas
yang lembab.. setelah selama sebulan
aku menyelami kehidupan dan keindahan pulau yang berada di bagian paling
bawah dari republik ini (masih ada pulau2 kecil luar biasa yang berbatasan
langsung dengan benua Australia) tidak
ada yang bisa aku ucapkan selain.. indah..
Terima kasih untuk teman2 sejawat yang rela
mengabdikan dirinya di pulau ini, dan masyarakat Sumba atas keramahannya....
Langganan:
Postingan (Atom)