Sabtu, 23 Juni 2012

Senin, 11 Juni 2012

DISEKSI AORTA


DISEKSI AORTA

Satrio Adi W
Bagian/ SMF Anestesiologi dan Terapi intensif FK-UNDIP/ RS Dr. Kariadi Semarang


Diseksi aorta (DA) terjadi bila aliran darah yang mengisi lumen aorta sebenarnya (true lumen) menyusup, mengisi, hingga mengalir di lumen palsu dari dinding aorta yang terbentuk dari robekan tunika intima hingga tunika media dari dinding aorta tersebut (false lumen). Bidang diseksi yang memisahkan tunika intima dari tunika adventitia panjangnya bervariasi dan terbentuk umumnya di dalam tunika media1.
Bentuk serangan akut dari diseksi aorta seringkali cepat sekali letal, sementara pasien-pasien yang selamat dari fase akut biasanya memburuk ke fase diseksi kronik dengan manifestasi yang bervariasi.
Pada tinjauan pustaka singkat kami ini, kami akan mengulas mengenai etiologi, patogenesis diseksi aorta, mempelajari algoritme diagnostic terbaru, dan mengulas singkat terapi, termasuk teknik operasi secara umum.

INSIDENSI DAN PREVALENSI
Diseksi aorta (DA) adalah kondisi letal tersering dari aorta yang terdiagnosis dan terjadi mendekati tiga kali kejadian ruptur aneurisma aorta abdomen di Amerika Serikat (AS)2. Prevalensi DA di seluruh dunia diperkirakan 0.5-2.95 per 100,000 per tahun; dan prevalensinya berkisar antara 0.2-0.8 per 100,000 per tahun di AS, sehingga secara kasar sekitar 2000 kasus baru per tahun. Secara klinis, diseksi tipe A terjadi dengan frekuensi keseluruhan lebih sering2.

KLASIFIKASI
Sistem klasifikasi yang digunakan untuk diseksi aorta berdasarkan pada lokasi dan luasnya diseksi. Tipe-tipe tersebut kemudian di-subklasifikasikan lagi berdasarkan pada waktu (onset) diseksi. Terminologi “diseksi akut” digunakan bila presentasi dalam 2 minggu pertama, sedangkan istilah “kronik” bila  presentasinya lebih dari 2 bulan sejak kejadian pertama. Istilah yang muncul kemudian yaitu “subakut”, ditambahkan untuk periode antara 2 minggu dan 2 bulan1.
Dua sistem klasifikasi yang paling sering dipakai dalam klinis adalah “DeBakey” dan “Stanford” (gambar 1)3. Sistem DeBakey membedakan pasien berdasarkan lokasi dan luasnya diseksi3,4. Keuntungan sistem ini bahwa keempat kelompok pasien yang berbeda dengan pola diseksi aorta yang berbeda dapat digunakan dalam penelitan atau studi perbandingan. Sebaliknya, sistem Stanford merupakan sistem klasifikasi fungsional5. Seluruh diseksi yang melibatkan aorta asendens dikelompokkan sebagai tipe A, tanpa mempertimbangkan dimana letak primer (asal) robekan. Pendukung sistem Stanford yang lebih mudah ini berpendapat bahwa performa klinis pasien dengan diseksi aorta sangat dipengaruhi oleh keterlibatan aorta desendens atau tidak. Namun sebagai kritik dari sistem ini adalah bahwa kadang individual dengan klasifikasi tipe A dapat berbeda dari satu individu dengan individu lainnya bergantung pada perluasan diseksi ke arah distal.

Gambar 1. Klasifikasi diseksi aorta. DeBakey tipe I dan Stanford tipe A meliputi diseksi yang melibatkan aorta proksimal, arcus, dan aorta thoracalis desendens. DeBakey type II hanya melibatkan aorta asendens; diseksi jenis ini dimasukkan pada Stanford tipe A. DeBakey tipe III dan Stanford tipe B meliputi deseksi yang berasal pada aorta thoracalis desendens dan aorta thoracoabdominal. DeBakey tipe III dan Stanford tipe B dibagi menjadi a dan  b bergantung pada keterlibatan aorta abdominal4.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi dari disrupsi intima (robekan primer) yang menyebabkan aliran darah aorta membentuk bidang cekungan dalam tunika media dinding aorta. Beberapa memahaminya sebagai akibatabnormalitas biokimia dalam tunika media dimana gaya mekanikal normal dalam aorta memaksa membentuk robekan intima. Hubungan antara tunika media yang abnormal, yang dikenal sebagai nekrosis atau degenerasi media kistik, dengan terjadinya robekan primer masih belum jelas.
Terdapat data yang mendukung hubungan antara diseksi aorta dan hematoma intramural. Teori ini mengatakan bahwa perdarahan dari vasa vasorum ke dalam tunika media membentuk suatu massa, yang menyebabkan terlokalisasinya area dengan peningkatan stress dalam tunika intima selama diastolik. Area ini kemungkinan menyebabkan disrupsi intima. Pada kenyataannya, 10-20% pasien yang diperkirakan memiliki diseksi aorta akut memiliki hematoma intramural yang berarti bahwa hematoma tersebut dapat menjadi prekursor terhadap diseksi. Penetrasi dari ulkus aterosklerosis dianggap berdampak terhadap disrupsi intima pada kasus tertentu. Pola keterlibatan aterosklerotik pada aorta torakalis yang menyebabkan ulkus penetrating dan seringnya diseksi ke arah luar aorta tidak mendukung teori ini.
Sementara tidak ada satu kelainan single yang bertanggungjawab terhadap munculnya diseksi aorta, beberapa faktor risiko telah diidentifiikasi dapat merusak dinding aorta dan menyebabkan diseksi (Tabel 1). Hal-hal tersebut meliputi gaya mekanik langsung pada dinding aorta (seperti, hipertensi, hipervolemia, ketidakteraturan aliran aorta) dan gaya-gaya yang memepengaruhi komposisi dari dinding aorta (seperti gangguan jaringan ikat atau destruksi kimia secara langsung). Hipertensi adalah gaya mekanik tersering yang dihubungkan dengan DA dan ditemukan lebih dari 75% kasus. Walaupun peran dari peningkatan strain/regangan pada dinding aorta adalah natural, namun mekanisme bagaimana hipertensi menyebabkan diseksi tidak jelas. Hypervolemia, cardiac output yang tinggi, dan milieu hormonal yang abnormal tentu saja berperan meningktan kejadian diseksi pada kehamilan, namun mekanisme tersebut belum jelas. Aterosklerosis bukanlah faktor risiko diseksi aorta kecuali terdapat aneurisma yang telah ada sebelumnya atau pada kasus ulserasi aterosklerosis, yang dapat menyebabkan diseksi pada aorta torakalis desendens. Trauma iatrogenic pada intima aorta dapat menyebabkan diseksi. Prosedur kateterisasi, kanulasi batang aorta dan arteri femoral pada cardiopulmonary bypass, aortic cross-clamping, prosedur bedah yang dilakukan pada aorta (penngatian katub aorta dan aorto-coronary bypass grafting), dan penggantian intra-aortic balloon pumps (IABP) telah dilaporkan dapat menyebabkan diseksi. Transeksi aorta akibat trauma dapat menyebabkan diseksi luas dan boleh dibedakan dari proses diseksi aorta.

Gambar 2. Diagram diskesi aorta. (A) Sebuah membran diseksi yang intak dissection menekan lumen asli (true lumen) dan menyebabkan malperfusi arteri cabang. (B) Ruptur membran diseksi yang dapat atau tidak mengembalikan aliran darah ke cabang.
 


Tunika adventitia menyokong kekuatan peregangan/kelenturan dari dinding aorta dengan sedikit dukungan dari tunika media. Tunika media terbentuk dari otot polos yang terususun dengan protein jaringan ikat, seperti as kolagen, elastin, dan fibrillin. Pembentuk tunika media yang abnormal seperti pada kondisi tertentu: penyakit jaringan ikat, seperti sindrom Marfan dan sindrom Ehlers-Danlos, dihubungkan dengan deseksi aorta. Sindrom Marfan adalah penyakit bawaan autosomal dominant akibat suatu point mutation pada gen fibrillin-1 (FBN1) yang terletak pada lengan panjang kromososm 15 yang menyebabkan abnormalitas pada tunika media. Incidensi sindrom Marfan kira-kira 1 per 5000 kelhiran hidup. Sindrom Ehlers-Danlos tipe IV adalah kelainan jaringan ikat dari rantai pro1(III) pada kolagen tipe III.

Tabel 1. Faktor-faktor Risiko Aorta Deseksi Torakalis Tipe A dan B
Hipertensi
Farmakologis
Penyakit Jaringan Ikat      
    Sindrom Ehlers-Danlos  
    Sindrom Marfan              
    Sindrom Turner's             
               

Cystic medial disease of aorta           
Koarktasio aorta  
Aortitis
Hipervolemia (kehamilan)
Iatrogenik
Stenosis Aorta Kongenital
Aterosklerosis      
Penyakit Ginjal Polikistik
Aneurisma Aorta Torakalis                
Feokromositoma  
Katub Aorta Bicuspid
Sindrom Sheehan's
Trauma
Sindrom Cushing's

DISEKSI AORTA AKUT
Gambaran Klinis
GEJALA DAN TANDA
Sekitar 40% pasien dengan diseksi aorta akut meninggal sangat cepat. Pasien-pasien yang selamat pada kejadian inisial selanjutnya dapat distabilkan dengan  tindakan medis, dan pasien-pasien inilah yang dapat memperoleh tindakan intervensi dari diseksi aorta yang dapat memutus perjalanan alamiah dari diseksi aorta. Keluaran klinis DA ditentukan oleh tipe DA, waktu (onset) presentasi, factor-faktor yang berkaitan dengan pasien, dan kualitas dan pengalaman institusi medis yang menangani DA.
Evaluasi awal pada pasien stabil yang diduga kuat menderita DA meliputi anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik. Sekitar 30% pasien yang didiagnosis diseksi akut umumnya sebelumnya diduga memiliki diagnosis lain. DA hampir selalu dipikirkan sebagai nyeri dada atau nyeri punggung yang sangat berat dan tidak membaik (menetap). Pasien biasanya belum pernah merasakan nyeri yang sama sebelumnya dan seringkali pasien sangat panik. Nyeri umumnya berlokasi di tengah dada (mid-sternum) pada diseksi aorta asendens dan di punggung (interscapular) pada diseksi aorta torakalis desendens. Tidak jarang pula lokasi dari pusat nyeri berubah sebagaimana diseksi meluas ke arah antegrad maupun retrograde dan “nyeri berpindah” ("migratory pain") seperti itu makin meningkatkan kecurigaan klinis. Sifat nyeri ini sering dideskripsikan sebagai “nyeri seperti disobek” ("ripping" atau "tearing") dan bersifat menetap (konstan) dengan intensitas nyeri tertinggi pada waktu awal onset. Diseksi yang tanpa diserta nyeri biasanya terjadi pada kondisi dengan adanya aneurisma dimana nyeri dari diseksi baru mungkin tidak dapat dibedakan dari nyeri kronik aneurisma. Pasien dapat pula memiliki gejala atau tanda yang berhubungan dengan malperfusi dari otak, ekstremitas, atau organ viseral. Temuan ini dapat mendominasi dari keseluruhan gambaran yang mengikuti episode nyeri awal1,2,3.
Riwayat penyakit sebelumnya seperti hipertensi primer, adanya aneurisma  aorta, atau gangguan jaringan ikat familial merupakan faktor-faktor risiko yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis. Penggunaan obat-obatan terlarang merupakan faktor predisposisi yang penting untuk penegakan diagnosis. Diagnosis banding dari nyeri dada karena DA meliputi nyeri dada karena iskemia miokard, aneurisma aorta, regurgitasi aorta akut, pericarditis, nyeri muskuloskeletal, dan emboli paru. Sangatlah penting untuk memikirkan pula diseksi aorta pada setiap kasus dengan terapi khusus (seperti, terapi trombolitik untuk infark miokard akut) yang dapat berdampak terhadap survivalibilitas diseksi akut.
Pasien dengan diseksi akut umumnya tampak sakit. Takikardia biasanya disertai oleh hipertensi pada kondisi basal hipertensi esensial dan peningkatan level katekolamin karena nyeri dan anxietas. Hipotensi dan takikardia dapat terjadi akibat  ruptur aorta, tamponade pericard, regurgitasi katub aorta akut, atau iskemia miokardial akut dengan keterlibatan ostium koroner. Abnormalitas pada pemeriksaan vaskular perifer terjadi sekitar 20-40% dari pasien dengan diseksi aorta akut, namun bila terjadi dapat memberikan petunjuk mengenai tipe diseksi. Tidak adanya pulsasi pada ekstremitas atas menunjukkan keterlibatan aorta asendens, sedangkan penurunan pulsasi di ekstremitas bawah menunjukkan keterlibatan dari aorta distal. Temuan ini merupakan fokus dalam progres/perluasan diseksi atau re-entry masuk kembali dari diseksi ke lumen aorta sebenarnya (true lumen)1,2.
Auskultasi jantung dapat menunjukkan suatu bising diastolik sesuai dengan ada tidaknya regurgitasi katub aorta akut atau adanya suara jantung 3 (S3) yang menunjukkan overload volume jantung kiri. Temuan pemeriksaan fisik seperti distensi vena jugular dan suatu pulsus paradoxus merupakan tanda adanya tamponade pericardial yang harus diidentifikasi pada setiap pasien yang tidak stabil guna mendapatkan diagnosis dan algoritma terapi yang tepat. Hilangnya suara napas unilateral, biasanya suara paru kiri, dapat mengindikasikan adanya hemotoraks sebagai akibat perembesan/kebocoran aorta atau ruptur dengan hemotoraks. Sebagai alternatif, efusi pleura dapat terjadi akibat inflamasi pleura yang berhubungan dengan diseksi1,2.
Pemeriksaan neurologis sentral dan perifer yang lengkap adalah penting  sehubungan dengan abnormalitas neurologis dapat terjadi lebih dari 40% pada diseksi akut tipe A. Keterlibatan pembuluh darah brachiocephalica dengan hilangnya perfusi otak dapat menyebabkan sinkope transient atau stroke. Sinkope dapat juga terjadi akibat ruptur ke dalam perikardium dan hal ini merupakan tanda bahaya yang perlu diperhatikan. Stroke jarang sekali mengalami perbaikan aliran darah otak dan dapat menyebabkan perdarahan dan kematian otak. Untungnya, stroke terjadi kurang dari 5% dari pasien dengan diseksi akut tipe A. Hilangnya perfusi ke arteri intercostal atau lumbar dapat menyebabkan iskemia saraf spinal (tulang belakang) dan paraplegia. Iskemia saraf perifer sebagai akibat malperfusi dapat terjadi serupa dengan malperfusi saraf spinal dan harus dibedakan sebagaimana pasien dengan iskemia saraf perifer sering mengalami perbaikan dari aliran darahnya. Diseksi aorta akut dapat juga menyebabkan sindrom vena cava superior, paralisis pita vokalis (pita suara), hematemesis, sindrome Horners, hemoptisis, dan kompresi jalan napas sebagai akibat kompresi lokal dan efek massa1,2.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang rutin meliputi pemeriksaan darah, x-ray dada, dan elektrokardiografi (EKG) dapat digunakan, namun sering pula tidak memadai untuk menegakkan diagnosis diseksi aorta akut. Elektrokardiogram sering menunjukkan tidak adanya perubahan iskemik. Perubahan iskemik yang nyata terjadi lebih dari 20% pada diseksi akut tipe A, sedangkan hanya abnormalitas repolarisasi nonspesifik yang tampak pada sekitar sepertiga pasien dengan keterlibatan ostium koroner. EKG dapat menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien dengan riwayat hipetensi lama. X-ray dada dapat abnormal pada 60-90% pasien dengan diseksi akut (gambar 3). Meskipun kebanyakan pasien memiliki minimal satu atau beberapa temuan abnormal, namun x-ray dada yang normal tidak menghapus kemungkinan adanya diagnosis DA. Pasien harus menjalani pemeriksaan hitung darah lengkap, elektrolit serum, kreatine kinase dengan isoenzim miokardial dan troponin, serta jenis darah dan screening untuk transfusi. Hasil semua pemeriksaan yang dilakukan pada saat observasi awal tersebut biasanya pada batas rata-rata (tidak mencolok). Sering pula terdapat leukositosis ringan hingga sedang. Anemia dapat terjadi akibat sekuestrasi darah atau hemolysis. Tes fungsi hati, kreatinine serum, mioglobin, dan asam laktat dapat abnormal pada kondisi sindrom malperfusi bergantung pada durasi1,2.

DIAGNOSTIK PENCITRAAN
Diagnostik pencitraan sangat penting untuk mengklasifikasikan diseksi aorta akut, tanpa kejelasan klinis saat diagnosis dibuat atau ketidakkooperatifnya pasien, misalnya karena penurunan kesadaran. Diagnosis harus dibuat sangat cepat dan dengan distress yang minimal terhadap pasien. Dua modalitas pencitraan yang kini dapat memenuhi kriteris ini dan digunakan untuk mendiagnosis diseksi aorta akut: computerized tomography (CT) and ekokardiografi. Magnetic resonance imaging (MRI) dan aortografi, dengan atau tanpa ultrasound intravascular (IVUS), digunakan untuk mendiagnosis diseksi aorta akut, namun merupakan modalitas lini kedua karena berbagai alasan. Keuntungan, kekurangan, dan akurasi diagnostik dari masing-masing modalitas digunakan untuk memilih pemeriksaan yang paling tepat untuk kondisi klinis tertentu (Tabel 2).

Tabel 2. Sensitivitas dan spesifisitas berbagai modalitas pencitraan untuk diagnosis diseksi aorta torakalis1.
Pemeriksaan Pencitraan
Sensitivitas
Spesifisitas
Aortografi
Computerized tomography (CT) Intravascular ultrasound (IVUS)
Ekokardiogram
Transthoracic
Transesophageal
Magnetic resonance imaging (MRI)
80%–90%
90%–100%
94%–100%

60%–80%
90%–99%
98%–100%
88%–95%
90%–100%
97%–100%

80%–96%
85%–98%
98%–100%

           
STRATEGI DIAGNOSTIK
Evaluasi kecurigaan diseksi aorta akut dikuatkan dengan penegakan clinical likelihood bahwa diagnosis tersebut tepat beserta evaluasi stabilitas hemodinamik pasien. Pasien yang tidak stabil harus diperiksa EKG untuk menyingkirkan adanya sindrom koroner akut dan dikirim dengan cepat ke meja operasi. Penatalaksanaan medis dimulai sedini mungkin sejak diagnosis tersangka. Suatu pengalaman untuk mengintubasi dan menjalankan ventilasi mekanik pada pasien seperti ini, sementara jalur-jalur pengawasan (monitoring) penting terpasang. Ekokardiogram transesofageal  (TEE) dilakukan. Bila TEE gagal menunjukkan diseksi aorta akut, pasien yang tidak stabil secara hemodinamik diamankan jalan napasnya dan mendapat jalur pengawasan invasif (invasive monitoring lines) untuk evaluasi diagnosis alternative dan kelanjutan resusitasi. Bila diseksi akut tetap dicurigai walaupun hasil TEE negative, maka CT arteriogram atau aortografi (denga ultrasound intravascular,  IVUS) merupakan pilihan selnjutnya.
Pasien yang stabil secara klinis dan hemodinamik diperbolehkan untuk mengambil riwayat/anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih detail dengan pencitraan yang dimaksudkan sesuai dengan presentasi spesifik pasien. Sebuah CT scanner yang diletakkan di ruang gawat darurat dapat menghasilkan data kurang dari 15 menit. Bila hasilpemeriksaan tersebut negative, maka ekokardiografi transesofageal dapat dikerjakan. walaupun TTE merupakan pemeriksaan yang relative kurang  sensitif (terutama pada aorta toraks desendens), pasien dengan dugaan diseksi akut tipe A dapat menjalani pemeriksaan ini saat pertama kali. Bila positif, konfrmasi lebih lanjut dengan TEE dapat dilakukan di ruang operasi untuk mendukung tindakan bedah; bila negatif, baik CT scanning atau TEE di ICU merupakan hal yang penting dipikirkan1,2,3.

Perjalanan Alamiah
Lima puluh persen pasien dengan diseksi aorta akut tipe A meninggal dalam 48 jam. Anggapan konvensional menganggap bahwa diseksi akut tipe A menyebabkan  mortalitas "1% setiap jam". Namun data terbaru mnunjukkan prognosis yang berbeda sebagaimana penatalaksanaan medis dilakukan pada kelompok risiko tinggi tertentu. Diseksi tipe A ditatalaksana secara medis pada 28% pasien dengan berbagai alasan dengan 58% mortalitas selama perawatan di rumah sakit.
Perjalanan alamiah disekssi akut tipe B sulit dikenali karena rangkaian otopsi juga gagal menganalisis pasien ini sebagai kelompok yang berbeda. Kurang lebih 50% mortalitas pada diseksi akut tipe B yang tidak terawat. Kira-kira 9% mortalitas awal di rumah sakit pada diseksi akut tipe B dengan 66% pasien tanpa komplikasi aorta yang spesifik yang membutuhkan operasi. Data ini tentu saja akan dipengaruhi oleh terapi medis modern, namun boleh dinyatakan sebagai diseksi akut dengan perjalanan klinis yang lebih jinak dibandingkan dengan diseksi tipe A.

Penatalaksanaan Medis Awal
Pengenalan perjalanan alamiah pasiendengan diseksi aorta menyaratkan bahwa penatalaksanaan merupakan bagian dari evaluasi diagnostik awal. Pada saat awal pasien masuk difokuskan semaksimal mungkin untuk menegakkan diagnosis dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mmbutuhkan terapi segera. Evaluasi awal dan resusitasi sesuai terutama oleh stabilitas hemodinamik pasien. Pasien yang tidak stabil merupakan kandidat operasi, sedangkan pendekatan diagnostic yang lebih rinci demi penatalaksanaan berikutnya dapat dilakukan pada pasien stabil. Pasien hipotensif yang mungkin sekali hipovolemik akibat kehilangan darah ke dalam rongga toraks atau perikardium menjalani evaluasi seperti telah dijelaskan di atas dan tindakan resusitasi sambil lalu ditransfer ke ruang operasi. Dianjurkan untuk menghindari prosedur seperti ekokardiografi transesofageal atau pemasangan central line pada pasien sadar di luar ruang operasi karena hipertensi akibat ketidaknyamanan pasien dapat mencetuskan ruptur aorta atau perluasan diseksi.
Pada pasien stabil, tekanan darah diukur pada kedua lengan dan dengan segera diterapi utnuk mencapai tekanan darah sistolik target antara 90 dan 110 mmHg. Kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi dengan nyeri harus pertama-tama diterapi dengan anelgetika narkotik. Secara umum, target penatalaksanaan hipertensi management pada diseksi aorta akut adalah dua kali. Pertama, wall stress aorta diturunkan dengan menurunkan tekanan darah sistolik, yang kemudian akan menurunkan pula kemungkinan akan ruptur. Kedua, shear stress pada aorta is diturunkan dengan meminimalisasi laju kenaikan tekanan aorta untuk menurunkan kemungkinan perluasan diseksi, hal ini disebut terapi anti-impulse. Terapi paling sering dipakai untuk tujuan ini adalah sodium nitroprusside dan esmolol. Sodium nitroprusside merupakan vasodilator arterial direk dengan onset dan durasi kerja yang singkat, yang akan membuatnya ideal untuk mencapai target tekanan darah sistolik dengan sangat cepat. Laju kenaikan tekanan aorta tetap meningkat bila sodium nitroprusside digunakan sendiri. Esmolol ditambahkan untuk menurunkan kondisi inotropik miokardium dan untuk menurunkan laju jantung. Obat ini adalah obat penyekat beta-1 selectif dengan waktu paruh yang singkat yang dapat dengan mudah dititrasi untuk mencapai tekanan darah target. Dosis loading esmolol dan sodium nitroprusside harus dihindari untuk mencegah hipotensi. Penyekat beta-1 alternatif seperti propranolol atau metoprolol, dan kombinasi penyekat alfa dan beta labetolol sesuai untuk fase subakut. Sebagai alternatif, penyekat kanal kalcium (CCB) mungkin diperlukanuntuk menurunkan tekanan darah sistolik pada pasien yang kontraindikasi terhadap penyekat beta. Tidak ada data yang mendukung efikasi CCB pada diseksi akut.

Indikasi Operasi
Tujuan operasi pada diseksi akut tipe A adalah untuk mencegah ruptur aorta ke dalam ruang perikardium atau pleural dan mencegah keterlibatan ostium koroner atau katub aorta (Table 3). Adanya keterlibatan aorta asendens adalah indikasi untuk operasi pada semua kecuali pasien dengan risiko yang sangat tinggi. Kesulitan meningkat dalam menentukan pasien manakah yang risiko tinggi dan kapan faktor-faktor tambahan harus mempengaruhi algoritme penatalaksanaan. Usia pasien misalnya, tidak dianggap sebagai kontraindikasi absolut operasi. Kenyataan ini berdasarkan terdapat beberapa laporan pasien yang selamat setelah terapi operasi diseksi akut tipe A yang berumur lebih dari 80 tahun. Status neurologis dapat pula mempengaruhi pilihan untuk operasi. Sementara kebanyakan ahli setuju bahwa kondisi obtunded atau comatose sangat jarang membaik dengan operasi. Komplikasi seperti stroke atau paraplegia bukanlah kontraindikasi operasi. Bila kondisi diseksi bukanlah faktor; terdapat trombosis pada lumen, pasien ini tetap berisiko terhadap komplikasi letal sehingga dibutuhkan operasi. Begitu pula pasien dengan diseksi subakut tipe A yang terjadi atau dirujuk lebih dari 2 minggu sejak kejadian awal tetap membutuhkan operasi. Pasien ini telah terhindar dari komplikasi awal diseksi dan kemungkinan besar selamat selama menjalani operasi elektif dibandingkan operasi repair emergensi.

Tabel 3. Indikasi Operasi untuk Diseksi Aorta torakalis Akut dan Kronik tipe A dan B
Tipe diseksi          
Indikasi Operasi
Akut :  Tipe A
Presence
Tipe B
Ruptur

Malperfusi

Deseksi progresif

Kegagalan terapi medis
Kronis : Tipe A
Gejala berhubungan dengan diseksi (gagal jantung kongestif, angina, regurgitasi aorta, stroke, nyeri)

Malperfusi

Aneurisma
Tipe B
Gejala berhubungan dengan diseksi

Malperfusi

Aneurisma
                            
         






DAFTAR PUSTAKA

1. Green G Ri , Kron I Li . Aortic Dissection. In: Cohn LH, Edmunds LH Jr, eds. Cardiac Surgery in the Adult. New York: McGraw-Hill, 2003:1095-1122.
2. Coady MA, Rizzo JA, Goldstein LJ, et al: Natural history, pathogenesis, and etiology of thoracic aortic aneurysms and dissections. Cardiol Clin 1999; 17:615
3. Stone C, Borst H: Dissecting aortic aneurysm, in Edmunds LJ Jr (ed): Cardiac Surgery in the Adult. New York, McGraw-Hill, 1997; p 1125.
4. DeBakey ME, Beall AC Jr, Cooley DA, et al: Dissecting aneurysms of the aorta. Surg Clin North Am 1966; 46:1045.
5. Daily PO, Trueblood HW, Stinson EB, et al: Management of acute aortic dissections. Ann Thorac Surg 1970; 10:237

japan..

Kamis, 22 Maret 2012

SUMBA

SUMBA..
Waingapu, kota di Sumba Timur, pertama kali menjejakkan kaki,  dimana hanya pada hari-hari tertentu saja ada penerbangan ke daerah sini, yang kurasa hanya udara panas yang lembab.. setelah selama sebulan   aku menyelami kehidupan dan keindahan pulau yang berada di bagian paling bawah dari republik ini (masih ada pulau2 kecil luar biasa yang berbatasan langsung  dengan benua Australia) tidak ada yang bisa aku ucapkan selain.. indah..
Terima kasih untuk teman2 sejawat yang rela mengabdikan dirinya di pulau ini, dan masyarakat Sumba  atas keramahannya....